Sunday, November 19, 2006

Mudik 8 Hari Keliling Separuh Jawa

(Ditulis pada hari Minggu / 18 Nopember 2006 jam 10.00 – 12.30)

Bismillahirrahmanirrahim…

Sekarang aku lagi punya waktu senggang (yang sebetulnya gak senggang-senggang amat sih) dan ingin bercerita kegiatan sekitar hampir sebulan yang lalu, yaitu kegiatan mudik aku dan keluarga besarku ke kampung halaman. Perlu diketahui, kampung halaman mamaku adalah Bojonegoro dan papaku Solo.

Mamaku merupakan 4 bersaudara:
- Mamaku, anak tertua, mempunyai anak Heta dan Riri
- Tante Lydia, anak kedua, mempunyai anak Wimpy, Wendra, dan Wanda
- Tante Asti, anak ketiga, mempunyai anak Dita, Gabby, dan Riska
- Om Anton, Alm., anak keempat, mempunyai anak Prenda, Inka, dan Dewin

Mudik kali ini kami (tanpa keluarga Om Anton, Alm.) pergi keliling separuh Jawa (via Pantura) dengan menggunakan 2 mobil (mobil keluargaku dan keluarga Tante Lyd), sehingga keluarga Tante Asti ikut mobil keluargaku (kecuali Dita yang ikut mobil Tante Lyd). Penumpang di mobilku berbadan kecil-kecil, sedangkan penumpang mobil Tante Lyd berbadan besar-besar, kami menyebutnya ”GIANT”, lengkaplah sudah ditambah dengan Dita (hehehe....)

”Sopir” mobil keluargaku adalah papaku dan Om Moses (suami Tante Asti). Terima kasih kepada Om Moses yang lebih banyak menyetir dari pada papa dan telah mengantarkan kami dengan selamat keliling separuh Jawa, meskipun hari-hari awal membuat saya mabuk daratan karena sering mengerem mendadak... Hahaha....

”Sopir” mobil Tante Lyd adalah Om Di (suami Tante Lyd) dan Wimpy. Wuaaaa... Om Di ini sering ngebut dan sukar dikejar oleh mobil keluargaku. Terima kasih (beribu-ribu) kepada Wimpy yang telah berjasa dengan membawa kamera ”bisnis”-nya dan mengabadikan momen kebahagian kami dengan kameranya itu. Mudik ini kami berangkat pada hari Sabtu 21 Oktober 2006 dan balik ke Jakarta pada hari Sabtu 28 Oktober 2006 (8 hari perjalanan) dengan rincian berikut.

Hari pertama (Sabtu, 21-10-06) berangkat dari rumah jam 6 pagi menuju rumah Tante Asti untuk mengambil penumpang dan barang-barang keluarga Tante Asti. Masih ada Dita di mobil kami. Dita ditransfer ke mobil Tante Lyd di daerah Superindo, Kalimalang. Kami melewati Tol Cikampek yang macet. Meskipun jalanan macet, kami tetap berusaha sholat tepat waktu (bila terpaksa sholat kami jamak) di mesjid yang kami lewati.


[Photo @Mesjid]

Target awal malam pertama mudik adalah Pekalongan, namun tidak kesampaian. Saat di Cirebon (sebelum Tegal), kami berusaha mencari penginapan, namun semua kamar sudah penuh. Kami tidak masuk ke Cirebon Kota. Jam 9 malam kami akhirnya menginap di daerah Tegal, di Hotel Margadana, hotel yang seadanya. Benar-benar seadanya..... dengan fasilitas per kamar adalah exhaust fan, spring bed 2 buah (kami jadikan 4 buah dengan memakai spring bed lapisan bawah juga), sprei yang ber-”pulau” (entah apa asal ”pulau” itu), korden yang berlubang (bisa sebagai celah mengintip), kamar mandi dengan air yang ”tidak jernih”. Yang penting, kami mempunyai tempat menginap malam itu. Zzzzzz......

Hari kedua (Minggu, 22-10-06) pagi hari kami sarapan (tidak sanggup berpuasa) di Warung Tegal (yang berbeda rasa dengan Warteg di Jakarta) di depan Hotel Margadana. Beberapa dari kami tidak mandi karena tidak tahan dengan air di hotel (aku mandi lho).


[Photo @Margadana Hotel, Tegal]

Kami mulai berangkat dari Hotel jam 7 pagi menuju Semarang dengan melewati SPBU yang mendapat rekor MURI ”SPBU dengan 67 toilet” di daerah Pemalang. Kami sempat-sempatnya berfoto di SPBU itu.


[Photo @SPBU with 67 toilet, Pemalang]

Setelah berfoto, kami melanjutkan perjalanan. Di Pekalongan, kami sempat mampir ke Pasar Batik Pekalongan dan membeli beberapa kaos batik. Lalu kami melanjutkan ke Semarang. Malam kedua kami menginap di Pusat Udiklat PLN, Semarang (gratis lho) karena ada koneksi dari Om Di yang bekerja di PLN Jakarta. Makan malam di Semarang kami dapatkan dengan susah payah karena beberapa RM yang direkomendasikan (sate Pak No dan RM Nglaras Rasa), tutup. Menyerah, akhirnya kami makan malam di Simpang Lima.... Kami berpencar sesuai selera kami. Warung-warung makan di Simpang Lima benar-benar tidak higienis. Kami bisa melihat dari tempat kami berpijak yang penuh dengan makanan sisa yang tumpah dan tempat cuci piring yang alamak berantakan dan kotor. Nggilani... kata orang Jawa....

Setelah dari Simpang Lima, kami bermaksud mengunjungi Eyang Sudar di Semarang dengan mengoleh-olehi tahu pong (beda lho dengan tahu petis). Tempat tahu pong yang direkomendasikan susah sekali dicari. Sekalinya ketemu, eh.. tutup... Akhirnya kami beli tahu pong di warung penjual tahu pong yang terlihat ramai (mengindikasikan enak rasanya). Lama sekali kami menunggu mama dan Tante Asti antri beli tahu pong. Sambil menunggu, kami makan tahu petis di mobil (enak lho...).

Setelah transaksi selesai, kami bertamu ke rumah Eyang Sudar (sudah cukup malam, jam 9 lewat). Di rumah Eyang Sudar, Tante Lyd sempat-sempatnya menelepon Hotel Kudus di Bojonegoro untuk memesan 3 buah kamar dengan perdebatan-perdebatan dengan penerima telepon. Selain ke rumah Eyang Sudar, keluarga Tante Asti juga berkunjung ke rumah Opung (aku lupa nama Opung, aku menyebutnya Opung-nya Dita). Rumah Opung-nya Dita dekat sekali dengan rumah Eyang Sudar karena hanya beda beberapa rumah.

Karena keluarga Tante Asti dirasa terlalu lama di rumah Opung, kami-kami yang muda disuruh menyusul. Satu persatu dari kami terjebak, maksudnya ”kok disuruh menyusul, malah ikut-ikutan tidak balik ke rumah Eyang Sudar dan terjebak di rumah Opung”. Hehehehe.... Kami sempat berfoto di depan rumah Opung.


[Photo @Opung’s house]

Om Moses memang orang Batak, namun karena masa kecilnya tinggal di Semarang, jadi Om Moses sudah fasih berbahasa Jawa dan lembut, namun sesekali masih keluar watak Batak-nya. Om Moses sering menyebut dirinya MacGyver. Hohoho.... Setuju, karena memang Om Moses banyak akalnya. Opung itu merupakan saudara dari Om Moses.

Kami balik lagi ke rumah Eyang Sudar karena sudah dijemput oleh Tante Lyd (hehehe.... yang tua turun tangan juga). Sebelum pulang, kami berfoto di depan rumah Eyang Sudar.


[Photo @Eyang Sudar’s house]

Malam itu, kami tidur nyenyak di Pusat Udiklat PLN, Semarang, untuk menebus tidur kami yang tidak ”nyaman” saat di Tegal.

Hari ketiga (Senin, 23-10-06) kami berangkat dari Pusat Udiklat PLN, Semarang menuju Bojonegoro. Kami mampir ke mesjid di depan alun-alun Blora untuk sholat. Sesudah itu, (belum makan siang), kami beli dan makan mangga di depan mesjid (jam 13.30). Kami tidak menyadari bahwa memakan mangga sebelum makan siang adalah awal dari sakit kami yang mempunyai penyakit maag. Makan siang hari itu kami santap jam 15.30 (kesorean untuk makan siang, hmm....)

Sesampainya di Hotel Kudus, Bojonegoro, kami memilih-milih kamar. Keluarga Tante Lyd dan Tante Asti memilih kamar berlevel President dengan menambah 1 buah extra bed. Level dan harga kamar hotel di daerah memang lebih rendah dari hotel di Jakarta. Yang membuat aku sebel adalah papaku memilih kamar yang berlevel Standard dengan fasilitas AC window, kamar sempit, TV di atas (kami harus mendongak untuk menontonnya), kamar mandi sempit, 2 spring bed dan 1 extra bed. Berbeda dengan spring bed di Hotel Margadana, lapisan bawah spring bed di Hotel Kudus bukan bed, melainkan kayu sehingga kami harus memesan 1 extra bed. Dan, yang membuat papa dan mamaku tidak nyaman adalah kamar kami dekat dengan tempat parkir sehingga suara mobil keluar-masuk terdengar jelas di telinga kami.

Malamnya, setelah Tante Lyd,Wanda, dan Wendra pulang dari berbuka puasa (hanya mereka bertiga yang berpuasa pada hari ketiga mudik alias hari terakhir di bulan Ramadhan versi Pemerintah), kami berencana makan malam dan berkunjung ke rumah Kulon. Hanya aku dan Wimpy yang tinggal di hotel. Di kamar, aku sempat membaca beberapa lembar buku Grafika Komputer yang merupakan bahan ”presentasi” untuk hari Senin tanggal 30 Oktober 2006. Oh No..... bahannya sukar dimengerti.... **Need help**..... Sementara itu, datanglah Wimpy ke kamarku dan mengajak ngobrol (wah.... dia bukannya membantuku malah ngajak aku ngobrol... hihihi). Sebentar saja kami mengobrol karena Wimpy mau pub di kamarnya. Saat melanjutkan membaca bahan GrafKom, aku merasa lapar....

Kuketok kamar Wimpy, tapi tidak ada jawaban. Kutelepon ke HP-nya, tapi tidak diangkatnya. Kuputuskan mencari makan sendirian di luar hotel. Di depan pagar hotel, aku celinguk ke kanan... celinguk ke kiri, kok banyak anak-anak muda... hiiyy serem... Sebelum memutuskan mau ke kanan atau ke kiri, kuterima sms dari Wimpy. Isinya ”mau ayam goreng atau ayam kentucky”. Kubalas ”ayam kentucky”. Kirain aku beneran ayam KFC, ternyata pas Wimpy bawain makanannya ke kamarku, ayam kentucky itu adalah ayam goreng tepung. Selain ayam ”kentucky”, Wimpy membawakan martabak telor isi ayam. Wah... aku baru tahu ada martabak telor isi ayam, isi kornet, atau isi sosis. Setelah makan malam berdua di tempat tidur, Wimpy balik ke kamarnya dan aku tidur. Aku lupakan sejenak GrafKom... Hehehehe.... Terbangun saat mama mengetuk pintu kamar. Papa, mama, dan Mbak Heta siap-siap tidur, dan aku kembali tidur. Aku merasa bahwa mama dan papa tidak nyenyak tidurnya malam itu. Aku? Tentu saja aku nyenyak tidur, meskipun tidak senyenyak saat di Udiklat PLN, Semarang. Takbir berkumandang malam itu..

Hari keempat (Selasa, 24-10-06) di Bojonegoro jam 04.30 kami bangun dan sholat shubuh, juga siap-siap untuk sholat Ied. Saat di kamar mandi (aku yang terakhir pakai kamar mandi saat itu), aku merasa perutku bermasalah. Aduuuh.... mules.... trus... mencret (uppss....). Sepertinya gejala-gejala tidak beres nih... Aku bolak-balik ke kamar mandi. Aku merasa aku terkena diare. Tidak ikutlah aku sholat Ied tahun ini karena diare ini L. Aku bersama keluarga Tante Asti di hotel saja, sementara keluargaku (tanpa aku) dan keluarga Tante Lyd mengikuti sholat Ied. Dita dan Gabby mempunyai masalah yang sama seperti aku (perut bermasalah), bayangkan 3 orang sakit pagi itu. Keluarga Tante Asti beragama Katholik sehingga tidak sholat Ied. Aku pindah ke kamar Tante Asti, yang lebih dingin dari pada kamarku, supaya mudah diurus oleh Tante Asti. Aku masih tetap bolak-balik ke kamar mandi. Tidak enak rebutan kamar mandi dengan pesakit lainnya, aku balik ke kamarku (biar lebih lega). Setelah kembali ke kamar, mencretku disertai muntah-muntah. Wah... aku muntaber nih. Aku diberikan pilihan obat oleh Tante Asti, New Diatabs atau Imodium. Aku yang tidak bisa menelan obat, memilih Imodium yang berukuran kecil.

Sepulangnya mereka dari sholat Ied, kami tidak melakukan kebiasaan sungkem... Entahlah... aku tidak bisa memikirkan sungkeman saat itu karena perutku melilit sekali. Aku merasakan Papa gelisah dan ingin ”cepat-cepat pergi” dari Bojonegoro. Papa marah karena aku tidak bisa merawat diriku sendiri, kenapa bisa sakit saat ingin bersenang-senang... Aku semakin pusing dan tidak tenang.

Aku dan Gabby tidak mandi. Kami makan pagi di rumah Kulon. Setelah itu, kami nyekar di kuburan Eyangku dan Eyang Buyutku.


[Photo 1 @Kuburan, Bojonegoro]

Pergolakan di perutku kembali terjadi saat nyekar. Tidak tahan lagi, akhirnya aku muntah di kuburan (bukan di tanah kuburan, tapi di tempat cuci tangan dan kaki). Setelah lega muntah, aku ikut berfoto dengan keluarga besar mamaku. Dasar Riri banci kamera, sakit-sakit tetap aja foto!

[Photo 2 @Kuburan, Bojonegoro]

Masih di Bojonegoro, siangnya, kami berkunjung ke rumah Tante Kikuk dan makan siang di sana. Kami saling berkenalan dengan saudara-saudara jauh kami. Perkenalan per keluarga itu diabadikan dengan foto-foto dan video, ide berasal dari Dandit dan Apong (sepupu jauuuuuuh). Menyenangkan sekali bertemu dengan saudara jauh kami.


[Photo @Tante Kikuk’s house, Bojonegoro]

Di rumah Tante Kikuk, aku diberikan obat oleh Tante Kangkung (dokter), nama obatnya ******* (antibiotik) dan New Diatabs. Kami berusaha mencari apotek yang buka hari itu, namun susah sekali.

Kembali ke Hotel Kudus, papaku kembali tidak tenang. Papa bersikeras ingin melanjutkan perjalanan ke Solo dan sekitarnya, dari pada di Bojonegoro yang panas dan tidak nyaman. Papa, banyak pesakit yang tidak mampu menempuh perjalanan panjang.... Plis dong, toleransi sedikit ya. Bagaimana jika pesakit muntah-muntah dan mencret-mencret di perjalanan?

Kami menawarkan pindah kamar ke kamar berlevel President tanpa extra bed dan papa setuju. Alhamdulillah malam itu aku sudah tidak muntaber lagi. Namun, ada pesakit lain, yaitu mamaku dan Tante Asti (diare juga). Kami berharap apotek buka pada keesokkan harinya. Aku berusaha tidur nyenyak, tapi tidak bisa, mungkin karena tidak pakai extra bed, sehingga tempat tidur sempit sekali rasanya ditiduri 4 orang. Perut masih suka melilit, namun tidak sampai muntaber.

Hari kelima (Rabu, 25-10-06) pagi hari kami mencari apotek dan ternyata pada hari itu banyak apotek sudah buka. Kami beli obat antibiotik ***** yang disarankan oleh Tante Kangkung. Mama dan Tante Asti meminumnya. Aku sehat bugar. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Solo dan sekitarnya, kami sempat foto di sekitar hotel.


[Photo @Bathroom, Hotel Kudus]


[Photo @Hotel Kudus, Bojonegoro]

Pada hari kelima ini, beberapa dari kami berbeda rencana tujuan. Ada yang mau ke Solo, ada yang mau ke Yogya, ada yang mau ke Klaten mengunjungi keluarga Tante Yangkuk (mama dari Dandit). Whatever.....

Eh.... Ibu-Ibu sempat belanja terong di Pasar Bojonegoro. Sementara Ibu-Ibu belanja, kami melihat-lihat Sungai Bengawan Solo. Keren deh sungainya... keren juga gaya kami berfoto... hehehehe...


[Photo 1 @Bengawan Solo River]


[Photo 2 @Bengawan Solo River]

Setelah belanja, kami lewat di Solo dan nyekar. Om Di nyekar kuburan ibu dan eyangnya. Kejadian seru di kuburan itu, ada perempuan kurang waras (dkl, orang gila) yang minta duit dan memainkan hp mainan. Sayangnya, perempuan itu tidak sempat kami potret.

Kami sebentar saja di Solo, hanya untuk nyekar. Selanjutnya, kami ke Klaten, berkunjung ke rumah Tante Yangkuk yang besaaaaaaaaaaarrrrrrrrrr banget dan ada pohon mangga di halaman belakangnya. Kami yang muda-muda sempat main kembang api dan petasan (di Jakarta dilarang lho).


[Photo 1 @Tante Yangkuk’s house, Klaten]

Sebetulnya kami (yang muda-muda) diberikan kamar di lantai atas, tapi kami memilih tidur seperti pindang di depan TV, seperti ini:


[Photo 2 @Tante Yangkuk’s house, Klaten]

Hari keenam (Kamis, 26-10-06) dari Klaten menuju Semarang kembali. Kenapa kami ke Semarang lagi? Karena... Hari Jumat-nya kami ada reuni keluarga besar satu canggah di rumah Eyang Ngadi, Semarang.

Sebelum sampai di Semarang, kami melewati Ambarawa. Keluarga Tante Asti berkunjung ke Gua Maria Kerep, Ambarawa, untuk beribadah.


[Photo @Gua Maria Kerep, Ambarawa]

Sementara keluarga Tante Asti berkunjung ke Gua Maria Kerep, keluargaku berkunjung ke rumah Bule Tri, sekalian makan siang di sana.

Lanjut, ingin ke Palagan Ambarawa tapi tidak jadi karena tempat parkirnya penuh sekali. Lalu, kami menempuh perjalanan panjang dan berlika-liku ke Candi Gedong Songo, Bandungan. Dari 9 candi (songo = sembilan) yang ada di situ, kami hanya mampu sampai ke candi ke-3 dengan berjalan kaki. Di sana tersedia kuda untuk berkeliling, namun harga sewanya mahal, 30rb / kuda, sedangkan kami bersembilan.


[Photo 1 @Candi Gedong Songo, Bandungan]

Kami juga sempat makan jagung di sana. Hmm... Lezatnya.... di saat perut lapar.


[Photo 2 @Candi Gedong Songo, Bandungan]

Malam harinya, kami makan lagi di Simpang Lima (what the...?? tidak hygienis) dan menginap lagi di Udiklat PLN, Semarang. Selamat tidur nyenyak, karena besoknya pasti capek sekali.

Hari ketujuh (Jumat, 27-10-06) hari yang ditunggu-tunggupun tiba. Reuni keluarga besar satu canggah di rumah keluarga Eyang Ngadi, Semarang. Eiiittsss..... yang cewek-cewek dandan lho. Dita, Wanda, dan Gabby (adik-adik sepupuku itu) juga kudandani.... Sebelum berangkat ke acara reuni, kami berfoto-foto di depan rumah hotel.


[Photo @Udiklat PLN, Semarang]

Sesampainya di tempat acara, kami mencari-cari saudara-saudara yang kami kenal, seperti Dandit, Yayas, Icha, Fanny, Putri, tapi ternyata mereka belum datang. Para Ibu-Ibu sudah ber-say Hello dengan Ibu-Ibu yang lain. Huh.... begini nih.... anak-anak dilupakan kalau sudah reunian. Kami yang muda-muda lupa diperkenalkan.

Saat sholat Jumat, acara bebas untuk wanita. Para pria harus melaksanakan tugasnya menghadap Allah di mesjid. Para wanita sibuk ber-haha-hihi. Kami wanita yang muda-muda sibuk memilih makanan. Di hari yang panas seperti itu, santapan es cendol dawet ayu sangat berarti untuk menghilangkan kehausan kami. Eksplorasi semua makanan, seperti bakso tahu, atau soto kudus, atau ikan gurame goreng dan bakar, atau nasi putih, nasi goreng, cap cay, dll, namun tidak menggugah seleraku. Aku mencoba bakso tahu yang rasanya biasa-biasa saja. Dua lumpia kuambil dan kubawa ke tempat sepupu-sepupuku berkumpul. Dasar si Dita.... belum sampai kursi, aku sudah disuruh mengambil lumpia yang banyak. Akhirnya kuambil 7 lumpia dalam 2 piring plastik. Untung tamunya sedang sedikit (para pria masih sholat Jumat).

Lapar tapi tidak berselera. Itulah kondisi perutku saat itu. Aku dan Dita mengambil nasi putih + ikan gurame goreng + ikan gurame bakar. Sepiring kami makan berdua. Hmm... ikan guramenya cukup enak dan cukup mengganjal perut.

Ibu-Ibu akhirnya ingat pada kami, anak-anaknya. Kami diperkenalkan pada saudara-saudara kami, terutama sepupu-sepupu jauh kami.


[Photo @Reunian Keluarga Besar]

Hari kedelapan (Sabtu, 28-10-06) tibalah saatnya kami pulang... Oh No, aku sudah melupakan GrafKom padahal hari Senin giliranku “presentasi”. Cepatlah sampai rumah, agar aku bisa istirahat dan besok (Minggu) aku bisa belajar GrafKom dengan tenang. Saat melewati Pekalongan, kami mampir ke Pasar Batik. Kali ini kami cukup banyak membeli batik, sekalian membelikan oleh-oleh untuk sepupu kami yang tidak bisa ikut mudik (Prenda, Inka, dan Dewin). Aku juga membelikan oleh-oleh untuk teman-teman MIK 2005 dan beberapa dosen UY.

Di perjalanan pulang cukup lancar. Hanya beberapa kali jalanan macet karena adanya kecelakaan-kecelakaan seperti tabrakan beruntun 5 mobil, tabrakan motor-mobil. Kemacetan terjadi pula di Tol Cikampek (lagi-lagi Tol Cikampek). Kami mendengar dari radio bahwa belum lama terjadi tabrakan beruntun di Tol Cikampek karena adanya orang iseng yang memutus kabel listrik sehingga kabel listrik tersebut mengenai mobil yang sedang melaju di jalan tol. Masya Allah... orang yang memutus kabel itu sudah membuat dosa yang sangat besar karena membuat orang lain celaka.

Kami sampai di rumah jam 11 malam setelah mengantarkan keluarga Tante Asti ke rumahnya. Wuiiihh.... melelahkan sekali. Perut saat itu lapar sekali. Alhamdulillah pembantu sudah menyiapkan makan malam sehingga kami langsung bisa makan saat itu. Berarti pula ayam goreng tulang lunak yang kami beli di Semarang bisa dimakan esok hari saat kami sudah tidak capek. GrafKom masih ada dalam pikiranku saat itu, namun badanku sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitas. Masih banyak pekerjaan yang menunggu kami esok hari, seperti membongkar tas dan mencuci pakaian kotor, membagi oleh-oleh, dan.... belajar GrafKom!!

** The End of Story **